Gue di
pasar hingga sore. Sepulangnya gue melakukan rutinitas seperti biasa dan
bersiap-siap menuju pergi ke undangan
ulang tahunnya adik kelas gue itu. Pakaian yang ane kenakan nggak modis-modis
amat. Cuma tampilan casual ga jadi karena gue makai baju luaran kemeja putih
bukan t-shirt. Setelah semua selesai, kado sudah disiapkan, tulisan puisi
ucapan sudah diselipkan, gue langsung esemes temen gue yang juga akan pergi ke
acara itu buat ngajak berangkat sama-sama.
Sesampenya
di tempat acara, ternyata acaranya belum dimulai. Gue ama temen gue duduk saja
sambil menunggu semua undangan hadir. Posisi gue duduk ditepi dinding menghadap
ke pintu depan. Ketika beberapa undangan , yang di antaranya juga temen kelas
gue, sudah berdatangan, mata gue tertuju pada sesosok dan sekelebat makhluk yang tidak dikenal.
Berkelebat begitu saja. Sedangkan temen-temen gue yang lain sudah berdatangan.
“Dam,
lu lihat nggak cewek barusan?” tanya temen di samping gue.
“Lihat..lu
lihat juga?”
“Iya,
cantik ya?”
“Cantik
darimananya, hanya sekelebat, serem iya..”
“Serem
apanya, cantik begitu.”
“Lu
liat yang mana?”
“Itu,
yang lagi duduk, berambut pendek yang pake jaket itam.”
Gue
perhatiin bentar orang yang dibilang temen gue tadi.
“Yang
itu? Gue kira yang berkelebat di halaman rumah tadi. Tapi penglihatan lu bagus
juga, orangnya cantik.”
“Lu
kenal nggak?”
“Kayaknya
pernah liat lah, tapi dimana ya?? Lupa. Lu na....” belum selesai gue ngomong,
temen ane langsung motong.
“Luna?
Namanya Luna?”
“maksud
gue lu na..nya aja ama orangnya!"
Temen
gue langsut sewot. Acara dimulai dengan biasa, seperti acara-acara ulang tahun
pada umumnya, ada tiup lilin, doa dan potong kue. Potongan pertama, untuk orang
tua, kedua buat sodara, trus buat sahabat. Nah, ketika kue akan dibagikan
secara umum, ada temen gue juga yang ngusulin pembagian kue buat orang-orang
khusus. Ada tiga kategori waktu itu, ‘orang yang maaf ditolak’, ‘orang yang
selalu membahagiakan’ dan ‘orang yang diterima’.
Kategori orang yang diterima
nggak jadi dikarenakan tak ada orang yang diterima, padahal yang nembak dia
banyak koq. Kasiannnn.....berarti kategori ditolak bakalan banyak nih.
Kategori
orang ditolak ternyata hanya satu orang yaitu orang yang barusan ditolak. Ya
ampuunnn... udahlah ditolak diumumkan di acara ulang tahun lagi.....ngeriiii...
Untuk
kategori yang membahagiakan, temen gue itu memberi sambutannya bentar,
“Kue
ini, gue berikan kepada orang yang spesial buat gue, dia bukan siapa-siapa gue,
kekasih pun bukan, tetapi dia selalu ada di saat gue sedih maupun senang. Kue
ini gue berikan pada abang.....” sambil berjalan dengan senyuman dia
menyerahkan kue itu. Dan gue pun menerima kue itu. Iya, gue....
Ketika
menerima kue itu, gue bingung, kenapa gue yang dapet ya? Padahal gue nggak
dekat-dekat amat dengan dia. Ketemu pun sekali-kali. Itu pun hanya di
sekolahan. Tapi penilaian tiap orang kan beda. Mungkin lemparan senyum tiap
ketemu itu sangat berarti baginya. Mungkin saja. Karena memang tak ada yang
tau.
Setelah
acara kue-kuean selesai, akhirnya masuk juga ke acara makan-makan. Acara yang
oleh sebagian besar yang hadir dianggap sebagai acara inti, lebih inti dari
acara potong lilin dan tiup kue. Karena tiap ada yang ulang tahun pasti
ucapannya, “makan-makan” bukan “tiup lilin”.
Gue dan
temen-temen yang lain secara bergiliran mengambil makanan. Disaat begini, gue
berharap yang ngantri di belakang gue adalah cowok, biar gue leluasa ngambil
makanannya tanpa malu. Tapi ternyata, harapan gue musnah, yang di belakang gue
adalah cewek yang oleh temen gue dibilang cantik tadi. Hadehh.
Antrian
terus berjalan dan entah apa yang ada terjadi di depan, tiba-tiba temen gue
yang di depan mundur. Secara reflek tentunya gue juga mundur, walau mundurnya
cuma satu langkah kaki kiri, ternyata mengakibatkan hal yang besar. Seperti
perkataan Neil amstrong, lompatan kecil bagi manusia namun lompatan besar bagi
umat manusia. Tanpa sengaja gue nginjek kaki orang yang ada di belakang gue.
Pijakan kecil di kakinya, malu besar di muka gue. Mampus gue. Gue langsung
minta maaf ama tuh cewek yang syukurnya dia nggak marah.
“Nggak
pa pa.” Katanya.
Dengan
senyum malu gue ngelangkah ke depan dan mengambil makanan dengan lebih malu
juga. Setelah makanan diambil, minuman diambil, gue milih tempat duduk. Tapi
tempat yang masih kosong hanya di bagian pojok ruang yang berisikan meja foto.
Ya sudah, gue duduk di situ saja.
Ketika
gue sudah menikmati sesendok demi sesendok makanan gue. Cewek yang kakinya gue
injek tadi mendekat dan duduk di samping kanan gue.
“Boleh
duduk di sini?” tanyanya.
“Boleh.”
Sesudah
mempersilahkan begitu, gue mulai makan lagi. Tapi anehnya, makanan itu ga
senikmat saat gue baru mulai makan. Saat itu gue belajar satu hal, ternyata
makan di samping cewek yang ga lu kenal, yang kakinya lu injek dapat merubah
cita rasa suatu makanan. Saat itu makanan gue berasa hambar.
“Lanjut
kuliah dimana?” tanya dia seolah sudah mengenal gue.
“Untan.”
“Jurusan?”
“Teknik
arsitektur.”
“Dulu
gue juga mau tuh kuliah di juran arsitek.”
“Masa’?
sekarang ngambil jurusan apa?”
“Manajemen
transportasi.”
“Di
mana tuh?”
“Di
daerah Jawa.”
“Kapan
berangkatnya?”
“Tanggal
25 Agustus.”
Saling
berbicara tersebut ternyata dapat mengembalikan cita rasa makanan, makanan gue
enak lagi. Gadis itu namanya Raisa Arianti. Gue inget-inget kayaknya gue pernah
denger nama itu. Gue inget-inget lagi, bongkar semua daftar nama yang pernah
masuk di otak gue hingga akhirnya gue tahu siapa gadis ini.
Ketemu.
Gadis itu pernah gue lihat di kegiatan MTQ XXII, saat itu dia tampil sebagai
mayoret sebuah marching band. Tapi itu bukan pertama kalinya, sebelumnya gue
juga udah ngelihat gadis ini di jalan mengendarai motor ketika gue main ke
rumah temen gue. Tapi itu bukan pertama kalinya juga, gue juga pernah ngelihat
gadis ini ketika esempe gue kunjungan persahabatan ke sekolahan gadis itu waktu
kelas tiga. Tapi itu juga bukan pertama kalinya, pertama kali gue ngelihat
gadis itu adalah saat gue menghadiri acara Maulid di sekolahannya, iya, saat
itu, saat gue kelas dua esempe.
Ketika
acara dah selesai dan gue ama temen gue udah mau pulang, gadis itu manggil gue,
“Dam...boleh
minta nomor hp-nya?” pintanya.
“Boleh,
tukeran ya......”
Setelah
tukeran nomor, kami pun pulang.....
Andai gue tau hari esok
Tau semua yang akan menjadi sahabat gue
Sahabat yang benar-benar peduli ama gue
Tentu gue akan menyapanya sejak pertama
jumpa
Menyalaminya sejak pertama bertatap
Melempar senyum sejak mata beradu
Tapi gue ga tau hari esok
Sehingga gue harus ngelakuin itu semua
Pada semua yang gue temui
Walau di hari nanti yang gue sapa akan
menjadi musuh gue
(Bersambung.....)
(Bersambung.....)
0 Comments:
--Berkomentarlah dengan baik, sopan, nyambung dan pengertian. Kan, lumayan bisa diajak jadian~