Assalamu'alaikum...
Ketika sedang menikmati jalan-jalan
sore, sering kita jumpai coretan-coretan di tembok, dinding bangunan, muka
jalan *itu marka dis*, ato di muka orang-orang yang lewat *itu bukan
coretan, tapi riasan* terserahlah, yang mau saia bahas saat ini bukan mukanya
melainkan logika keterbalikan. *benda apa pula tuh*
Logika keterbalikan ato biasa disebut
logika terbalik adalah tindakan yang berlawanan dengan perintah. Contohnya
coretan di tembok tadi, sudah jelas tertulis jangan dicoret tapi tetep saja
dicoret.
contoh lain, seorang anak yang disuruh
jangan menunggu di sudut mall eh, malah berkeliaran entah kemana. Disuruh
jangan kencing disini, eh malah dikencingi beramai-ramai. Tertulis taati
rambu-rambu eh malah ditrobos. dilarang korupsi eh malah langsung dikorupsi.
Melihat hal tersebut ternyata dalam
suatu kalimat larangan terdapat mantra tersembunyi yang "menyuruh".
Saat kata "jangan", "Dilarang" atau "tidak boleh"
diucapkan, maka dalam pikiran akan timbul kata lain yaitu "kenapa"
"apa yang terjadi jika...".
Sehingga otak akan memerintah untuk
melanggarnya. Makanya setiap larangan pasti akan ada yang melanggarnya, dan
setiap perintah pun pasti akan ada yang tidak mematuhi. Buktinya, sudah jelas
saia tulis jangan dibaca eh malah dibaca.
Tapi hal tersebut dapat diatasi dengan
logika adab dan logika malu *apalagi itu??* langsung saja prakteknya. Untuk
mengatasai para pembuang sampah sembarangan, atau pembuang air sembarangan,
mungkin kalimatnya jangan "dilarang" melainkan
"silahkan"... *lho????*
"pelacur dan keluarganya silahkan
buang sampah disembarang tempat"
Jadi, jika dilarang ga berhasil ya
disuruh saja...
Tapi untuk dunia pendidikan, logika
tersebut tak boleh dipakai, karena jika para pelajar disuruh jangan mengerjakan
tugasnya, mereka bukannya mengerjakan tapi malah sujud syukur...
0 Comments:
--Berkomentarlah dengan baik, sopan, nyambung dan pengertian. Kan, lumayan bisa diajak jadian~