Assalamu’alaikum....
Kalian pasti pernah mikir gini, ‘Coba sekolah itu mengajar yang sesuai yang kita sukai saja, jadi kita bisa belajar lebih baik dan menjadi orang sukses ke depannya karena sudah dipersiapkan sejak dini.’
Saya beri tahu, orang yang berpikir dan beralasan begitu sebenarnya adalah orang yang bodoh, membenci ilmu tapi tak mau mengaku karena malu tapi ingin dianggap keren. Sukses? Mungkin. Bahagia? Belum tentu.
‘Saya kaya, saya bisa nyewa orang lain.’ Oke, tapi sejauh apa dan sampai kapan? Ga bisa betulin mesin air, bayar orang. Ga bisa masak, bayar koki. Ga bisa ngasuh anak, bayar Baby sitter. Belum pernah belajar cara melukis, beli lukisan. Ga bisa nyetir, bayar sopir. Belum pengalaman tidur dengan istri, bayar... *ah lupakan*
Kalo kalian pikir dengan kalian hanya belajar ilmu yang disuka, bisa membuat kalian menjadi lebih baik, mending pikirkan ulang. Hidup itu bukan hanya melakukan yang kita senangi. Perintah Tuhan juga bukan lakukan ibadah yang sesuai dengan kesenangan kalian. ‘Saya suka shalat maghrib, tapi males salat subuh, saya ga subuhan aja ya. Impian saya kan jadi imam salat maghrib bukan salat subuh.’ Nggak. Kita tetap harus melaksanakan ibadah walupun kita sudah gerah.
ILoveIslamImage
Mengetahui hal yang berbeda itu sangat menyenangkan. Kalo kita hanya fokus pada apa yang kita senangi tanpa peduli apa yang kita benci, hidup bisa hancur. Saya suka fotografi, tapi benci politik. Kalo tetap membenci dan tak mau tau tentang politik, siap-siap fotografimu akan hancur karena politik.
Melakukan yang kita sukai dan tidak melakukan yang kita benci juga hanya menjadikan kita robot manusia yang hanya bisa melakukan 1 atau 2 hal berbeda. Ingat Jiban? atau Robocop aja deh. Tugas mereka hanya menangkap penjahat, taunya menangkap penjahat, kalo penjahat sudah tidak ada? Ya selesai. Dan dilupakan.
Sebagai manusia yang diberi pikiran, tentu donk kita mau bisa melakukan berbagai hal walau bukan semua hal. Tujuan dari banyaknya pelajaran di sekolah untuk itu, agar kita mengetahui banyak hal. Cuma salahnya, sekarang sekolah menjadi ajang gengsi dengan penampilan NILAI, bukan ilmu. Yang awalnya kita diberi ilmu agar derajat kita sebagai manusia tinggi, sekarang kita malah diberi ilmu agar derajat sekolah yang tinggi.
Lagi-lagi saya menyalahkan sistem sekolah. Kenapa sekolah nganjurin kursus bahasa Inggris agar muridnya pintar ngomong Inggris, kok bukan gurunya saja yang kursus dan ngajarin muridnya seperti dia diajar kursus sehingga muridnya bisa lancar berbahasa Inggris? Karena sekolah bukan menginginkan murid yang pintar tapi yang berNILAI. Akibatnya, murid diwajibkan mendapat nilai bagus di semua bidang. Ini yang salah. Parahnya lagi, standar kempetensi pelajaran yang semakin tinggi mengajarkan anak murid untuk membenci.
Saya dari dulu ga pernah ngerti tentang konsep les. Di zaman saya sekolah, saya belajar di sekolah agar menjadi manusia pintar dan ilmunya dipraktekin di luar sekolah, sisanya main. Sekarang, saya belajarnya di tempat les, ilmunya dipraktekin buat ngejawab soal di sekolah, di luar sekolah? Ya belajar di tempat les tadi, biar bisa dapat nilai tinggi di sekolah. Dan begitu siklusnya. Hah...? Jadi sekolah sekarang bukan tempat belajar, tapi tempat ujian hasil belajar les? *mikir*
Ketahuilah, dalam hal pelajaran yang kita benci, sebenarnya kita bukan membenci suatu pelajaran, tapi membenci KETIDAKTAHUAN kita dalam pelajaran tersebut. Kita ga tau ngerjakan soal fisika, kita benci fisika. Nggak, sebenarnya kita benci kebodohan kita karena tidak tahu. Kalo kita tau, pasti kita suka. Sialnya, para guru dalam menangani murid yang begini malah disaranin ujian ulang, dan tanpa penjelasan ulang.
‘Bu, saya ga tau pake baju.’ ‘Coba pakai ulang.’
‘Bu, saya ga tau sepatu ibu yang mana.’ ‘Ambilkan ulang.’
Mbok yo kasih tau caranya dan yang mana sepatunya, jangan asal nyebut ulangi-ulangi wae.
Fokus ilmu pada nilai ini juga menjadikan murid mencintai pelajaran yang disuka dengan alibi mengasah kemampuan sejak dini. Padahal, dia memang ga tau ngerjain yang lain dan sering depresi. Penyebabnya, karena sekolah hanya nyuruh numpuk ilmu yang didapet. Alhasil, stres. Gimana ga stres, semuanya numpuk ga berguna di kepala.
Rahasia kenapa orang sukses adalah orang yang mengerjakan apa yang dia sukai, sebenarnya karena mereka ga numpukin ilmunya di kepala. Mereka memanfaatkannya sejak dini.
‘Gue suka palajaran Budidaya Pertanian, makanya gue sering praktekin di kebun samping rumah.’
‘Gue suka pelajaran seni musik, di rumah gue praktekin belajar alat musik dan ngerental alat band.’
Jadi, kalo ingin sukses, bukan membenci pelajaran lain sejak dini, tapi memanfaatkan ilmu yang didapat sejak dini, apa pun itu. Kalian pernah lihat mesin pembuat sosis? Atau mesin pembuat produk makanan dan minuman jadi lainnya? Coba deh sekali-kali lihat, banyak sekali bahan-bahan yang masuk ke mesin tersebut. Ada kuku sapi, usus sapi, garam, merica, pengawet, tepung, plastik dan lain-lain. Tapi saat semuanya masuk, dia memanfaatkannya dan menjadikannya sosis yang tinggal lep. Sukses. Coba kalo bahan itu cuma dibiarin numpuk doang ga diolah. Huueeekkkk....
Mesin itu seperti otak kita, bahan-bahan itu pelajaran sekolah, kalo cuma ditumpuk di otak, Hadeehhh. Atau kalian hanya mau fokus pada bahan tertentu saja? Misal cuma kuku sapi saja atau garam saja. Memang ada yang laku dengan hanya satu bahan saja, tapi yang beli hanya orang tertentu saja dan harganya juga murah. Yang masuk tipi? Iklan garam pun sekarang sudah mulai hilang. Pakailah semua bahan walau sebagiannya cuma sedikit. Coba lihat sosis.... tinggal lep.
Buat para guru atau calon guru, ajarkanlah para murid agar memperoleh ilmu dan memanfaatkannya. Bukan memaksanya mendapat nilai tinggi. Bimbinglah murid agar berILMU bukan berNILAI. Standar nilai kompetensi juga jangan dipatok tinggi, yang sewajarnya saja. Kalo dulu 70, mungkin bisa kurangi menjadi 40 atau 30. Kenapa saya pasang standar yang rendah? Karena kalo standar yang dipasang tinggi, kita hanya akan menemukan kekurangan. Tapi kalo standarnya rendah, lihatlah, kita akan menemukan suatu kelebihan. Dan kelebihan itu berbeda pada setiap murid. Itu yang membantunya menemukan yang disukainya, bukan menemukan yang dibencinya.
Buat para murid, jangan sok-sokan mendalami ilmu yang disuka dengan alasan masa depan. Kita tak pernah tau rencana Tuhan, ada yang sudah mempersiapkan diri sejak kecil jadi ilmuwan pesawat terbang, eh malah jadi penulis yang sukses (A. Fuadi, Negeri 5 Menara). Ada yang membenci ilmu tertentu, eh malah ilmu yang dibencinya yang menjadi keahliannya (ilmu bayangan Naruto). Ada yang mempersiapkan diri jadi guru, eh malah jadi pelawak handal (grup Cagur: Calon Guru). Ada yang sudah mengasah kemampuan menjadi dokter, eh malah menjadi tokoh nasional perlindungan anak (Kak Seto). Ada yang sudah menyiapkan diri sebaik mungkin buat nembak gebetan, eh malah ditolak karena terlalu baik (Hawadis).
Artinya apa? Kita tidak tau rencana Tuhan, hanya dengan kegigihan dan keuletan memanfaatkan setiap ilmu yang didapat yang bisa membuat kita menjadi sukses. Jadi, jangan benci berbagai ilmu dan jangan sok-sokan mempelajari hanya ilmu yang disuka, karena keseringan kita memerlukan ilmu yang kita benci walau hanya satu ayat.
Saya bercita-cita jadi arsitek, benci ilmu akuntansi dan manajemen. Siapa kira dalam arsitek ternyata ilmu manajemen sangat berharga (manajemen usaha dan pembangunan), fisika juga (ilmu temperatur, angin, cahaya dll), biologi juga (arsitektur hijau), kimia juga (arsitektur ramah lingkungan), matematika juga (menghitung kuat struktur), sosial juga (pengaturan site tiap rumah), kesenian juga (estetika), Kewarganegaraan juga (simbolis dan budaya dalam desain), komputer (office dan software desain), memasak (buat lembur), komunikasi (presentasi klien) dan banyak lagi.
Saya yakin, di penjurusan lain juga pasti memasukkan beragam ilmu lainnya juga. Jangan kira seorang mentalis hanya belajar nipu dan mainin alat sulap, dia juga harus hebat dalam kalkulasi matematika lho.
Mengetahui banyak hal itu menyenangkan. Mari pelajari ilmu sebanyak-banyaknya dan tentunya memanfaatkannya sejak dini.
Termasuk kuliah di bidang yg bukan passion kita juga gak pernah ada salahnya yaa.. dan nggak berarti kita nggak bisa melakukan yang terbaik juga utk bidang tsb :)
BalasHapusiya, ingat aja ini 'mungkin memang kamu udah salah memilih jurusan, tapi yakinlah bahwa jurusan itu udah benar memilih kamu'
Hapuseee bang, makasih yaa, aku baru baca ditahun 2024 ini feel relate wkwkw (10 tahun) T.T
BalasHapus