Assalamu’alaikum...
Sejak dulu saya sudah sangat bingung dengan anggapan baik banyak orang terhadap sistem demokrasi. Eh... lebih tepatnya, sistem “yang banyak, yang benar”. Kalo kita perhatikan gambar Meme, sindirian di media sosial, atau ucapan keseharian, banyak orang yang menceritakan keburukan rakyat yang diakhiri kalimat “inilah Indonesia”. Iya, kita sudah mengecap bahwa secara rata-rata, rakyat Indonesia itu memiliki kebiasaan yang buruk.
Uniknya, dalam memilih pemimpin negara—yang katanya demi kemajuan bangsa—kita memilihnya berdasarkan rata-rata tersebut. Kita udah nganggep bahwa kebanyakan rakyat Indonesia ini buruk, trus nyuruh yang buruk-buruk itu untuk memilih pemimpin. Heh??? *cuma bisa diem*
Saya yakin, sejak kecil kalian juga pasti pernah menjadi korban sistem demokrasi tersebut. Misalnya sedang main bola, trus temen nggak sengaja nendang ke arah pot bunga tetangga. Pecah, trus kita yang disalahin secara ramai-ramai oleh temen yang lain. Si tetangga pastinya percaya, karena semua nyalahin kita. Kitanya cuma bisa diem.
Semakin hari, ternyata sistem penilaian ala-ala demokrasi ini semakin digemari. Hampir semua bidang kehidupan ikut menerapkan. Misalnya:
Pemilihan dalam Ajang Idola
Perhatikan saja cara penilaian ajang pencarian bakat. Hampir semuanya berdasarkan pendukung terbanyak, SMS terbanyak. Mau penampilannya beneran bagus atau nggak, yang penting pendukungnya banyak, menang. Yang memiliki penampilan paling bagus tapi kalah, cuma bisa diem.
Penilaian Lomba
Entah lomba fotografi, tulisan maupun video, sekarang sudah banyak yang mengadopsi sistem demokrasi. Mau sebagus apapun karyamu, kalo jumlah “like”-nya dikit, ya nggak bakal menang. Cuma bisa diem doang.
Keadilan
“Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesi”
Mungkin karena ingin mengamalkan sila kelima dalam Pancasila tersebut, makanya banyak orang yang memutuskan sesuatu berdasarkan yang terbanyak. “Biar adil, kita lakukan polling aja,” gitu katanya. Mungkin bagus kalo semuanya memiliki ‘nilai’ yang sama dan nggak ada kolusi. Tapi kalo nggak, cuma bisa diem.
Misal untuk memutuskan hasil kerjaan tugas. Jadi awalnya ngerjain soal masing-masing. Trus, ada soal yang jawabannya beda. Kalo kita tahu di kelompok ini semuanya pinter, memutuskan mengambil jawaban yang sama dan terbanyak bisa berguna. Tapi kalo sebaliknya, yang dianggap pinter dan jawabannya beda cuma seorang. Trus, malah ngambil jawaban kebanyakan. Pas dikoreksi ternyata salah. Yang bener jawaban si pinter tadi. Si pinternya cuma bisa diem.
Berbuat adil memang sangat dianjurkan. Namun, adil artinya bukan berarti setiap orang mendapatkan ukuran yang sama. Melainkan mendapatkan sesuai porsinya. Kayak orangtua yang memberikan uang jajan lebih banyak ke anaknya yang udah SMA, dibanding anaknya yang masih TK.
Buang sampah
Udah jelas kalo yang ini. Banyak orang menganggap membuang sampah sembarangan di tempat wisata atau tempat umum itu merupakan hal yang benar. Gegara banyak yang melakukan.
“Ah, si anu juga buang sampah di situ kok.”
Jonru
Maksudnya bukan ‘fitnah’ ya. Ini Jonru beneran Jonru. Masih ingat tentang workshop yang diadakannya kan? Iya, yang pesertanya cuma sepuluh orang itu. Nah, karena peserta yang sedikit itu, banyak orang yang menertawakan dan menyindir. “Haha, cuma 10 orang? Wajar, dia penulis gak bener.”
Sindiran yang beredar tersebut menunjukkan bahwa kalo sedikit itu pasti salah, nggak bener. Padahal, jauh sebelumnya, banyak media dan buku yang mengutip kalimat Jonru yang berhubungan dengan kiat menulis. Di antara yang masih saya ingat itu ebook “Catatan Motivasi Blogger Indonesia” oleh Agus Siswoyo. Tapi, ketika banyak orang tahu kalo workshop-nya cuma dihadiri sepuluh orang doang, banyak yang menganggap dia buruk dalam “menulis”. Yang tahu, cuma bisa diem.
Beberapa hal tersebut merupakan contoh bahwa di keseharian kita, istilah “yang banyak, yang benar” sudah menjadi pedoman hidup. Padahal sejak kecil kita sudah diberitahu untuk melakukan yang benar, bukan melakukan seperti orang kebanyakan. Lagian, kalo memang yang banyak itu benar, dan yang sedikit itu salah, mestinya kita jangan ke tempat ibadah. Mending ke diskotik atau ke Sunan Kuning aja. *hayuk*
Sumber Gambar:
https://www.slideshare.net/madumurni/banyak-bukan-ukuran-benar-compatibility-mode
https://diylol.com/meme-generator/hhhhh--6/memes/inilah-indonesia
Saya prihatin denga keadaan seperti ini. Tapi, cuma bisa diem.
BalasHapus*ikutan diem dulu*
HapusTerus bergerak dan cari solusi.. Kalo gak ada... Ya ikut diem -_-
HapusSolusi sering ketemu, cuma tak pernah ada yang mau mendengarkan. *yaudah diem*
Hapus"cuma bisa diam" <- tindakan yang diambil oleh orang yang "benar-benar tahu" kalo itu salah, tau kalo percuma dia ngomong karena dia kalah dalam kuantitas.
BalasHapusIya... diem karena tahu gak bakal didengerin.
HapusDari dulu kaum minoritas emang selalu dibegitukan bang . . makanya mayoritas yang selalu menang . . bukan hanya tentang pendapat kok . . tapi lebih jauh dari itu . . yang banyak yang menang .. .
BalasHapus*tuh kan, sudah jadi pedoman hidup banyak orang*
Hapusini juga sih salah satu kelemahan sistem demokrasi, yang banyaklah yang menang. yah, hampir mirip dengan sifat bangsa kita yang baru berani kalau rame-rame.
BalasHapusmari mulai sekarang kita jangan cuma diem kalau benar. ajak orang benar lainnya untuk bersuara. sehingga orang benar jadi banyak.
Iya,,, hayok pelihara pemikirannya yang ini, Man. *ramai-ramai mengingatkan dan mengajak ke yang benar*
HapusGue tau Jonru dari beranda FB karena teman gue ngelike atau ngasih komentar status FP-nya. Kirain politisi, ternyata penulis. Sori Haw, OOT. Haha.
BalasHapusBtw, Sunan Kuning apa, sih? Masih polos nih gue.
Nggak OOT kok, Nggo. Masih nyambung.
HapusAh, kalo lu beneran nggak tahu, nggak akan ada kata "polos" di situ. :ng
Yups, faktanya emang seringkali gitu.
BalasHapus-__-
eh, mau yanya Sunan Kuning apaan?
gugling aja lebih jelasnya, kak. ^_^
Hapusequality doesn't mean justice~~
BalasHapusaku cnth orang yg sering dizalimi dg kalimat 'biar adil, tiyak!' padahal aku ngerasa gak adil. inilah indonesia :')
Sama, Yak. aku juga sering, terutama di kelas.
HapusYah begitu lah sifat manusia.. Yang banyakan itu bisa dibeli pakek uang lagi.. Ckckck.. :(
BalasHapushaha...kayak serangan ja'far itu yah, Kabeb?
HapusYap. Exactly. Dan semua kasus bisa selesai dengan menyodorkan setumpuk uang :(
Hapusbegitulah kalau sudah jadi kebiasaan. padahal, banyak memang tidak bisa menjadi tolak ukur benar atau salah. anggap saja jaman sekarang banyak yang jawab 1 + 1 sama dengan tiga, padahal jawaban yang bener itu dua..
BalasHapusMalah jadi istilah "Kamu salah karena kamu benar" ya, Jef?
HapusIya, benar banget. Hal kayak gini sering banget terjadi. Yang benar yang menang, meski pun itu sebenernya salah.
BalasHapusIya, kebiasaan yang selalu dibiasakan untuk menjadi kebiasaan orang lain. Asal yang ngelakuin banyak, pasti dianggap benar.
Hapusbener banget bang, lebih baik sendirian tapi benar daripada rame rame tapi salah :3
BalasHapusDan kalo udah kayak gitu, cuma bisa diam. =(
HapusPokoknya kita jangan terpengaruh yang kayak gitu *orasi sambil diem :-D
BalasHapus((((ORASI SAMBIL DIEM)))
Hapusiya bisa-bisa seiring perkembangan zaman, Pemilihan presiden menggunakan poling sms, like dan komentar. hahaha. inikah yang disebut negara demokrasi yang maju... Sulit untuk di tebak...saya hanya seorang rakyat yang menjadi korban demokerasi... :)
BalasHapusSekalian aja entar pemilihannya pake jumlah follower terbanyak. :ng
Hapus