“Papa itu orangnya tegas. Tatapannya saja bisa bikin orang-orang tunduk. Entah patuh, entah takut. Pokoknya orang nggak berani ngelawan.”
Aku menceritakan tentang papaku kepada Erna, kekasihku. Hari ini aku mengajak Erna main ke rumahku setelah beberapa bulan kami berpacaran. Erna saat ini masih terlihat takut dan ragu-ragu. Ya, seperti orang-orang pada umumnya yang penuh kekhawatiran saat diajak ketemuan dengan orang tua pasangannya untuk pertama kali. Aku langsung memeluknya dari belakang dan memberi kalimat yang menenangkan. Lalu kami berangkat naik mobil.
“Terus, papaku itu sepertinya suka dengan perempuan yang bawaannya pemalu gitu. Pendiem, ngomong seperlunya. Mungkin bagi papa, perempuan yang begitu dianggapnya tidak termasuk perempuan nakal. Kalo mama sih suka yang bisa diajak ngegosip bareng.”
“Terus, papaku itu sepertinya suka dengan perempuan yang bawaannya pemalu gitu. Pendiem, ngomong seperlunya. Mungkin bagi papa, perempuan yang begitu dianggapnya tidak termasuk perempuan nakal. Kalo mama sih suka yang bisa diajak ngegosip bareng.”
Aku juga punya pemikiran sama dengan papa. Aku juga tidak begitu suka dengan perempuan yang terlalu banyak berbicara dan suaranya nyaring. Lebih tenang saja melihatnya. Bukan berarti aku menganggap semua perempuan yang bersuara nyaring saat bicara dan tertawa itu termasuk perempuan nggak bener, bukan begitu. Ini hanya tentang selera pribadi. Seperti aku yang tidak suka makan durian. Tidak lebih dari itu.
“Aku ingin bisa seperti papa. Dihormati orang dengan sebegitunya. Tante dan mbak-mbak sepupuku juga, yang kalo ama pamanku suka usil dan berpenampilan semaunya, kalo ketemu papa, mereka langsung kalem dan pakaiannya selalu sopan.”
Selesai menceritakan tentang papaku itu, kami sampai di rumah. Papa dan ibu menyambut kami dengan senyuman lebar. Aku yakin, papa pasti akan menyetujui hubungan kami. Erna itu gadis yang pemalu dan pendiam pula. Untuk bercerita tentang kesehariannya saja, harus kupancing-pancing dengan bahasan lain dulu yang banyak. Kalo mama, tak perlu kukhawatirkan. Beliau mah manut saja ama pilihan anaknya.
“Kamu memang mirip seperti papamu, Yang.”
Begitu ucap Erna setelah aku mengantarnya pulang. Proses perkenalan tadi sepertinya lancar. Bahkan Erna dipercaya mama untuk menggantikannya memasak saat mama dan aku harus membeli kelapa muda tadi. Biasanya kalo lagi masak dan ada yang kelupaan, mama nggak akan minta digantiin papa atau aku. Masaknya langsung berhenti dan kompornya dimatiin.
“Oh, ya? Sama-sama ganteng dan berwibawa?”, tanyaku dengan tatapan menggoda.
“Bukan, tapi suka tiba-tiba meluk aku dari belakang.”
"Yakin dipeluk doang, Yang?"
BalasHapusDi grepe - grepe, siapa tahu?
HapusAndai Kutahu... (kutahu... kutahu...)
HapusMalaikatMu kan menjemputku...
"Bukan, tapi setiap kali ciuman selalu nakal lidahnya."
BalasHapusKalo udh lama kenal dan sering ketemu bapaknya, bisa jadi.
HapusKamu panggilannya diganti "Dete" saja.
BalasHapusAwal-awal mikir, tumben bang haw, pas pertengahan mulai mendapat firasat kayanya ada patahan punchline di akhir dan bener saja wkwkwk
BalasHapusPacarku mantan pacar anakku
dikata saya standup apa itu... xD
Hapuskalo kamu punya pacar, terus ngerasa nggak sehebat org lain yg bisa beliin ini itu, kenalin aja ama papamu, kasitau kekayaan papamu, insyaallah, pacarmu bisa jadi ibu tirimu.
Gan, I haven't read yours for a long time~
BalasHapusKamu kelamaan ngelintas senja, Er!
Hapus'' Dipeluk doang yang? ngga lebih? ''
BalasHapusOh... jadi seharusnya ditanggapi begini ya klo pacar ngais tau kalo lagi berdua dgn lelaki lain...
Hapus