“Kamu mau mengikuti jejak kakakmu itu, Ratna? Kabur dari rumah dan hidup tanpa aturan?”
Dia terlihat marah karena sudah 3 hari ini aku tidak pulang ke rumah dan pergi liburan dengan pacarku. Padahal sebelumnya aku paling anti untuk menginap di luar atau bepergian jauh tanpa ditemani keluarga sendiri. Sekarang, aku sepertinya bakal dimarahi habis-habisan di kamarku.
“Kamu lihat sendiri, kan, bagaimana keadaan Retno sekarang? Bahkan saat kita berniat mengajaknya pulang ke rumah agar hidupnya normal lagi, dia langsung lari saat melihat kita. Teriakan dan tangisan ibumu saja tak dihiraukannya. Kamu mau menjadi seperti dia?”
Kalimat demi kalimat yang dilontarkan oleh ayahku tentang kakakku itu membuat air mataku perlahan keluar. Aku tak mau membuat orang tuaku kecewa. Terlebih ibuku yang selama ini merawatku sepenuh hati. Namun, aku juga tak mau terus-terusan dikekang oleh aturan keluarga ini dan tak dibolehkan untuk berteman dengan lawan jenis.
Seminggu setelah kakakku menceritakan kedekatannya dengan lelaki di kampusnya pas awal kuliah dulu, dia langsung kabur dari rumah. Ibu tidak mengizinkan. Ayahku sudah pasti yang paling melarang. Bahkan sampai marah besar, sepertinya. Saat aku baru pulang sekolah dijemput ibu dan sampai di rumah, kakakku sudah sesenggukan dan tak mau bicara lagi. Beberapa hari dia hanya mendekam di kamar hingga akhirnya memutuskan untuk kabur dari rumah.
“Kalo kamu bergaul dengan lawan jenis terlalu dekat, kamu bisa dimanfaatkan oleh mereka. Keperawananmu bisa terancam. Keperawananmu itu hanya untuk lelaki yang benar-benar mencintaimu. Bukan untuk lelaki yang belum jelas di luar sana.”
Ayahku lalu mengulangi lagi ucapannya tentang sikap kakakku yang kabur dari rumah. Tentang kakakku yang langsung memasang tatapan marah saat kami menemuinya. Tentang kakakku yang tak tahu diri padahal sudah begitu dicintai oleh ayah.
“Kamu tahu, apa ucapan terakhir kakakmu sebelum kehilangan keperawanannya?”
“Sudah, hentikan ayah! Cukup!” Aku sedikit berteriak karena tak mau lagi keburukan kakakku disebut.
“Tepat! Itu yang dia katakan.”
Lalu ayahku mengunci pintu kamar dan mulai mendekat padaku.
Sumber gambar:
https://www.liputan6.com/health/read/832235/apa-yang-bikin-orang-kabur-dari-rumah
Baiklah, untuk menghadapi akhir cerita yang cliffhanger seperti ini.. Kita harus selalu berpikiran positif.
BalasHapusSelalu keren!! ����
Dapet maksud ceritanya, mbak El? saya kadang khawatir yg baca nggak nangkep maksud saya. Kalo yg ini, intinya ada di 4 kalimat terakhir aja.
Hapussyukur kalo bisa sukaaa.
Pengen misuh!
BalasHapusSesungguhnya apa yg kita pengini, belum tentu akan kita dapatkan.
HapusAyahnya jaattt:(
BalasHapusorg terdekat pun bisa menjadi jahat, apalagi org yg hanya kita kenal melalui media dating, Ul. semacam itu... hanya nunggu waktu saja sampai mereka menunjukkan sifat buasnya.
HapusHmmmm kok gini sih endingnyaaaa. Kesal!
BalasHapusNasib orang nggak ada yang tau..
HapusWaduuuh... kok serem sih... :(
BalasHapusSpeechless deh, sudah cukup hentikan!
Tapi, bagus fiksinya. Ngena.
waaa... syukur kalo ada yang paham ama fiksinya. \(^^)/
Hapus