Beberapa hari ini saya tidak membuka media sosial, tidak sesering sebelumnya, setidaknya. Walo banyak info penting yang tersebar di sana, tapi melihat hal-hal atau status atau twit yang diviralkan berupa hal yang “embuh” dan bikin emosi saja, ya, mending jauhi dulu. Menjauhi beberapa media sosial tersebut bukan karena di sana banyak kekurangannya saat ini, melainkan karena banyak yang berlebihan.
1) Media sosial mulai berlebihan |
Kalo terdapat kekurangan, justru secara sengaja biasanya akan saya dekati. Tentang kekurangan dan berlebihan ini, kadang saya heran, kenapa ada orang yang memutuskan pergi dan menjauh karena menemukan kekurangan. Sedangkan kalo melihat suatu kelebihan, baik pada produk atau pada seseorang, dia justru mendekatinya.
“Ya, ngapain ngedeketin yang udah jelas kekurangan?
Mending dekati yang punya kelebihan, siapa tahu kita dapat bagian dari kelebihannya itu.” Iya, juga, sih. Sejak dulu emang begitu, ya, polanya. Siapa yang kekurangan, dialah yang harus mendekat, tapi yang punya kelebihan, nggak harus membagi pada yang kurang tadi.
Mending dekati yang punya kelebihan, siapa tahu kita dapat bagian dari kelebihannya itu.” Iya, juga, sih. Sejak dulu emang begitu, ya, polanya. Siapa yang kekurangan, dialah yang harus mendekat, tapi yang punya kelebihan, nggak harus membagi pada yang kurang tadi.
Jadi teringat saat kekurangan bensin dan kekurangan bahan makanan saat kemah. Kami harus mendekati tiap kelompok yang punya kelebihan makanan, tapi mereka yang kelebihan itu nggak harus ngasi. Pas kurang bensin juga, kami pasti berharap ada yang jual bensin dalam jarak yang dekat. Agar perjalanan kami jadi jelas akan berlanjut.
Namun, ada satu yang lebih penting dari sekadar kekurangan dan kelebihan tadi. Dalam hubungan sosial manusia, mereka pasti menginginkan yang namanya kejelasan. Juga membenci yang tidak jelas. Bahkan para orang tua suka mewanti anaknya agar jangan berteman atau berhubungan dengan orang yang tidak jelas. Bercerita, diharuskan runtut dan dimengerti, kalo aneh mereka akan mengumpat. “Apaan, sih, nggak jelas!”
2) Nggak jelas, jauhkan! |
Guru suka minta dijelaskan melalui soal yang diberikan. Saat ada masalah, yang dituntut juga penjelasan. Sudah menjalin hubungan sejak lama, tapi belum ada status, mereka menagih kejelasan. Saat dipuji semua kehebatannya, mereka akan menyombangkan diri, “Woiya, jelas!.”
Manusia suka sekali sesuatu yang jelas.
Dan membenci yang tidak jelas.
Saya jadi teringat dengan kacamata
Karena kalo kacamata saya dilepas, pandangan saya jadi nggak jelas. Terutama yang jaraknya jauh. Kalo dipasang, penglihatan saya kembali jelas. Kekurangan itu minus. Kelebihan itu plus. Mata minus, yang jauh jadi nggak jelas. Mata plus, yang dekat yang jadi nggak jelas.
Saat tidak pakai kacamata, mata minus saya menuntut saya untuk mendekat agar bisa melihat dengan jelas. Kalo matanya plus, agar bisa melihat jelas, dia menjauhkan diri. Di sini kita bisa menarik formula, kalo kekurangan, agar jelas, ya, harus didekati. Kalo kelebihan, agar jelas, ya, menjauhi.
Kok, dalam hidup malah kebalik, ya? Yang kekurangan, dianggap nggak jelas, terus dijauhi. Yang kelebihan, dianggap akan membuat masa depannya jelas, terus dedekati. Lah, kocak. Harusnya, kan, yang kurang (minus) didekati. Yang lebih (plus), dijauhi.
3) Pakai kacamata biar jelas |
Kalo yang kekurangan, terus dijauhi, ya, nasibnya dia yang bakal nggak jelas, dong. Terus yang kelebihan didekati, ya, hubungannya yang bakal nggak jelas. Itu orang beneran mau dekat karena suka, apa mau kelebihan hartanya doang~
Dari itu, kalo kita suka dengan kejelasan…
Saat ada yang kekurangan, ya, dekati. Jangan malah dijauhi. Toh, itu juga merupakan ajaran dalam kebaikan, kan? Nabi saja suka berkumpul dan dekat dengan orang miskin yang kekurangan. Sikap heroik juga disematkan pada kita kalo kita membantu dan mendekati orang-orang yang kekurangan, baik kurang makanaan maupun kurang pendidikan di pelosok sana. Agar nasib mereka semakin jelas ke depannya.
Menemukan kekurangan pada pasangan? Jangan dijauhi. Dekati terus. Setidaknya dengan begitu, dia akan melihat dunia ini dengan jelas, bahwa apa pun yang terlihat kabur di kejauhan sana, nggak begitu terasa bahaya. Karena ada orang yang sedang dekat dengannya yang jelas-jelas akan terus menemaninya. Hal itu juga menjadi bukti bahwa hubungan kalian terjalin jelas karena rasa saling menyayangi, bukan semata karena mengharap laba materi.
Lagian, secara naluri, kita memang diharuskan mendekat pada yang kekurangan, kok. Saat melihat perempuan yang mengenakan pakaian kekurangan bahan, kita pasti secara otomatis berusaha mendekat, bukan? Agar pemandangannya makin jelas.
Sumber gambar:
Sumber gambar:
1) https://jogja.tribunnews.com/2018/10/05/media-sosial-membuat-otak-jadi-lemot-dan-timbulkan-emosi-negatif
2) https://www.boombastis.com/rakyat-tidak-jelas/12267
3) https://id.quora.com/Apa-saja-detail-kecil-yang-kamu-temukan-di-Spider-Man-Far-From-Home-yang-mungkin-terlewat-oleh-orang-lain
Aku hanya mengenal konsep, jauhi yang menyebalkan, dekati yang menyenangkan.
BalasHapusMungkin ternyata seperti ini, karena ada sesuatu yang kurang jadi gak suka, jadi terasa menyebalkan makanya menjauh, lalu mencari yang menyenangkan.
Gimana bisa menyarankan makhluk kompleks kayak manusia untuk dekati yang kekurangan dan jauhi yang kelebihan? Memilihnya kan tergantung ego, logika, dan hati nurani tiap individu, ya?
Dan untuk paragraf terakhirnya, bodo amat, mas.
Iya, bebas Mbak, mau bersikap bagaimana. asal tidak sampai menyakiti orang lain.
HapusYang kadang tidak bisa orang bedakan itu, ya mana yang disebut kekurangan dna mana yang disebut tindakan melanggar dan mana yg kelebihan. misal, org bilang dia suka marah-marah, terus dikatakan mungkin itu kekurangannya. padahal, marah itu kan muncul karena emosi berlebih, itu sih kelebihan, kan...
ada juga orang yang bersikap kasar, dibilang itu kekurangan, padahal kan itu perbuatan yg melanggar. kekurangan itu lebih ke arah jika kita mengetahuinya, kita jadi iba atau peduli, atau meremehkan keadaannya. bukan ke rasa takut atau kesal.
kalo ttg hubungan, ya, itu kembali saja pada keputusan masing2. karena memang tidak akan sama hubungan masing2 orang. yang saya tekankan di sana, walo gak nekan2 amat, kalo saat sudah menjalin, lalu tiba2 nemu kekurangan, ya, jangan pergi. itu aja.
Rasa kagum dan refleks manggut-manggut karena sepakat mendadak buyar begitu sampai di kalimat penutup.
BalasHapusTapi entah kenapa jadi ingat kalimat "lihat boleh, pegang jangan". Haha.
Yang bikin malas buka Twitter sih lantaran di sana udah terlalu banyak orang baik. Setiap hari selalu ada seseorang yang berniat menolong orang-orang kesusahan lewat sulap. Penderitaan manusia kini menjadi konten buat manusia lainnya. Yang entah kenapa bukannya muncul rasa iba, simpati, atau empati, tapi justru muak.
"Pandangan pertama itu rezeki, pandangan kedua itu dosa. makanya lihat terus, tanpa berkedip."
Hapussaya juga sebal sih dengan itu. "yang di bandung, nitip bapak ini ya, beliau jualan..." kalo beli, bukan beli barangnya, berasa beli martabatnya yg jual.
main game aja Yog. kalo masih main, ya blok mute orang yg ikutan share hal-hal ape banget itu.
Joke lawasnya keluar lagi bangsat
HapusYang meyakinkan saya bahwa jokes lawas itu bisa berhasil karena situasi dan org-orangnya berbeda itu anda heii saat main ke Jakarta....
HapusIngin setuju dengan pemaparan di tulisan ini. Tapi tetap memaki juga pas baca paragraf akhir. Hahaha. Padahal itu manusiawi dan sah-sah saja sih.
BalasHapusKalo kelebihan nggak harus membagi pada yang kurang... Aku jadi ingat kejadian di gunung waktu turun dari Merapi. Kelebihan banyak air sampe 3 botol. Akhirnya dijalan kubagikan aja ke orang2. Tapi pernah juga sih kita kekurangan bahan makanan, terus grup pendaki lain yang malah menawarkan makanan.
Di kondisi lain muncul pertanyaan, "Kenapa kamu memilih aku? Padahal aku blablabla (menyebutkan hal yang dianggap kekurangan)." Jawabanku cuma, "Ya kenapa tidak?"
Sekian.
Mereka yg punya botol lebih gak harus ngebagi, kan, tapi kita yg kurang mau gak mau harus minta... :( kalo dikais alhamdulillah kalo nggak itu yg kadnag sakit. padahal gak pantes ngerasa kesel karena emang dia juga gak wajib ngasih. saat itu, yg juga kekurangan pasti gak kita lirik, padahal sesama kekurangan bisa didekati buat sama-sama menyemangati. :(
HapusSaya belum selesai baca sudah ketawa duluan. Kadang ini suka terjadi, yang kelebihan, kelihatan hebat didekati, yang minder, pemalu, rendah diri dijauhi. Yang nggak punya uang diejek, yang punya uang diajak jalan-jalan. Kadang orang yang rendah diri selalu melihat kekurangan diri, padahal setiap orang punya kelebihan masing-masing. Pokoknya mah, mau kelebihan dan kekurangan didekati saja. Asalkan tahu batas-batasnya, dan untuk penutup, abaikan kalimat terakhir ditulisan ini (untuk pembaca).
BalasHapuspenutup itu adalah pendukung paling besarnya artikel ini, Mas. xD
Hapusiya, mas, karena insting mau untung saja, banyak org yg mengabaikan keadaan org lain, pokoknya dekati yg bisa ngasi rupiah dan ditraktir mulu lah. mau nyalahin dan ngelarang juga gak bisa, ada hak masing2, jadinya ya kayak gini saja. ngajak yg belom kena penyakit egois mau untung sendiri itu.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Hapussetuju mas, kadang memang kenyataan seperti itu :)
HapusWell, aku juga menyadari hal ini akhir2 ini jelang tingkat akhir kuliah karena sifat masing2 teman jadi makin jelas "buruknya", makin memilah teman mana saja untuk menjadi cirlce tapi lama kelamaan kalau fokus ke kekurangan kok ya jadi dikit banget temannya, cuma ngeliat dari satu sisi, lagian diri sendiri jauh sekali dari kesempurnaan. jadi, mencoba mengalokasiin energi untuk adil dalam berteman karena masing2 dari kita belajar juga
BalasHapusIya, karena kayaknya kita berteman itu gak hanya biar dapet bagusnya aja, atau yg mambangun kitanya aja, tapi perlahan semacam dikasi tugas buat ngubah org lain terdekat. Karena kekurangan itu diberikan untuk melestarikan kepedulian. ya walo kadang ngeselin sih.
Hapus