Bagaimana tahun barunya? Mungkin ada yang
menganggap pertanyaan ini sudah telat, tapi, ya, bagi saya dan beberapa orang
lainnya, tahun baru ini bahkan belum mulai. Tahun 2020 belum benar-benar berjalan,
sebulan kemarin baru trailer dan lima bulan ke depan masih tahap pre-order. Mulainya bulan Juni. Tentu saja ini hanya anggapan seorang pengecut seperti saya yang merasa kalah
dengan apa yang terjadi beberapa minggu terakhir. Pokoknya kalo masih saja
tentang kejadian tidak baik, saya menganggapnya 2020 belum mulai, kalo udah ada
hal baiknya, nah, itu berarti awalnya.
1) Sedih pokoknya mah kalo diceritain |
Beberapa bencana yang terjadi, secara tak
langsung menambah dan meningkatkan kadar emosi serta hubungan sosialisasi
manusia. Istilah mudahnya, orang-orang jadi lebih gampang marah atau merasa tertekan,
juga depresi. Untuk meminimalisir perasaan tertekan tersebut, orang-orang lalu
mencari sarana hiburan. Masalahnya, hiburannya sendiri juga susah didapatkan.
Baik karena hal yang menghibur tersebut memerlukan biaya besar, atau karena
tempat yang membuat terhibur sudah terjangkit hal yang menyebalkan.
Media sosial? Tempat yang dulunya mudah memperoleh
hiburan sekarang penuh dengan ujaran kebencian atau tindakan yang masuk
kategori kegoblogan. Nonton TV? Jangan. Jangan. Panaass. Paling mudah, ya, streamingan
atau denger musik yang mungkin memunculkan kenangan membahagiakan.
Menghibur diri dengan Ngeblog?
Masih menyenangkan emang? Bukannya
udah harus pandai-pandai memakai topeng agar terus dapat ‘kucuran’? Namun, berbicara
tentang hiburan lagu dan blog ini, saya jadi teringat dengan Podcast Blogger-nya
Firman. Dia sempat membahas tentang genre blog dan mengatakan bahwa blog
yang membahas atau me-review lagu masih sangat sedikit. Saya juga ikut
mengiyakan, karena sepengalaman dulu berselancar mencari lagu-lagu bajakan,
kebanyakan hanya mengulas sekilas dan mencantumkan liriknya. Tak lupa link
download-an yang kebanyakan palsu, diarahin ke mana-mana.
Cara elegan memanfaatkan lirik lagu dalam
postingan blog, ya, sebagai pembuka atau penutup tulisan yang membahas
mirip-mirip dengan lagu itu saja. Kayak semacam backsound pembuka atau
penutup gitulah kalo dalam bentuk vidio.
2) Blogger review lagu yang pernah saya tahu |
Kalo dipikir lagi, ya, buat apa juga me-react—kalo
istilah youtube—lagu yang didengar. Apalagi react-nya berupa tulisan.
Rada susah nemu titik menariknya. Yang paling masuk akal, ya, lirik dan
terjemahannya. Udah. Itu pun kalo lagu yang dibahas jadi booming atau
berpotensi disukai banyak orang.
Kalo nggak, ya, nggak ada yang mau membacanya.
Membahas makna yang terkandung pada bait lagu yang mungkin sangat dalam atau
menyentuh juga nggak terlalu banyak berpengaruh. Kalo nggak suka dengarnya, ya,
orang nggak peduli ama maknanya. Lagu apa misalnya yang liriknya dalam… aaa…
Menanam Jagung. Liriknya beneran ‘dalam’ itu.
Ngeblog tentang review lagu jadi menarik
kalau…
Yang dibahas adalah keanehan, kesalahan,
misteri atau makna lagu yang berbeda dari anggapan semua orang. Intinya, ya, pembahasan
tentang nyari kesalahan pihak lain itu digemari banyak orang. Bikin tulisannya
juga nggak perlu buru-buru kayak review film. Karena lagu yang cocok dibahas
dan dicari keanehannya, ya, lagu-lagu yang viral.
Misalnya, bikin judul blog “Lagu Anak-Anak
yang Selama Ini Kita Dengar Itu Pembodohan”. Menarik itu, walo isinya
menjelaskan kegoblogan diri sendiri, sih. Bilang lagu "Balonku" nggak bener,
karena yang dipunya warna apa dan yang meledak warna yang berbeda lagi. Atau
bilang lagu "Bintang Kecil" kok di langit biru, terus diberi penjelasan panjang bahwa
langit biru hanya terjadi siang hari sedangkan bintang ada di malam hari. Padahal
liriknya, kan, “di langit yang tinggi”, langit biru mah lagu pelangi-pelangi.
Bahasan lagu yang menarik dari ranah misteri
itu misalnya lagu Dewa 19 – Kamulah Satu-Satunya, sebelum lagunya berakhir, Ari
Lasso yang jadi vokalis saat itu ngomong sesuatu yang tidak terdengar jelas.
Atau yang kemarin juga viral, lirik jelasnya lagu Mulan Jameela – Makhluk Tuhan
Paling Seksi yang dinyanyikan cepat itu.
Walo nemu titik menariknya, tetap nggak bisa
Saya tetap nggak bisa kayaknya jadi blogger review
lagu. Karena setelah mencoba menganalisis lagu yang pernah saya sukai, yang ada
bukannya menemukan titik misteri atau keanehan dalam liriknya, melainkan pikiran
saya yang mendadak negatif melulu.
Seperti di artikel tentang tips PDKT yang
mana saya membahas lirik lagu J-Rocks yang berjudul PDKT.
3) PDKT |
Waktu pertama kulihat dirimu
Bagian diriku langsung terasa kaku
Pandangan mataku selalu menuju kepadamu
Wajah cantik dan tubuh yang seksi itu
Membuatku jadi tertarik padamu
Inginnya aku bisa miliki dirimu
Melalui lirik awal lagunya itu, anggapan yang muncul di kepala saya meyakinkan bahwa lagu itu mengisahkan tentang orang yang lagi “engas” karena ngeliat seseorang. Padahal saat saya tanya pada teman saya, itu tentang orang yang jatuh cinta pada pandangan pertama dan kaku tersebut itu mengacu pada tubuh sendiri yang susah digerakkan dan selaput mata yang enggan menutup. Namun, saya masih belum menganggap ucapan teman saya itu yang benar.
Makanya saya mencoba me-review lagu lainnya
yang dulu waktu awal SMA sangat sering saya dengar. Winner – Kesaktianmu.
4) Kesaktianmu |
Tatap matamu membunuh aku
Di saat dingin malam itu
Peluk tubuhmu terangi aku
Di saat malam-malam gelap
Kesaktianmu membungkam mulutku
Menjadi lemah tak berdaya
Ingin kuulangi dosa yang terindah
Yang pernah kita lakukan
Mereka bertatapan di tempat yang gelap.
Berpelukan pula. Lalu sesuatu yang dianggap sakti, dimasukkan ke mulutnya dan
membuat dia tak berdaya. Anjir, ini lagunya bukan bermakna lagi proses skidipapap,
kan, ya? Walo sudah dua kali pikiran saya mengarah ke hal yang bukan-bukan saat
mau me-review lagu, saya masih menguatkan diri sambil meyakinkan bahwa
itu emang lagunya yang salah.
Yasudah, saya coba review lagu lainnya
lagi. Lagu yang cukup menjamur saat masa-masa SMP. Ditambah lagi band ini
terkenal karena makna lagunya banyak tentang ketuhanan. Secara vokalisnya sendiri
anaknya Cak Nun. Nggak mungkin mengarah ke hal-hal tadi lagi. Letto – Sandaran Hati.
5) Sandaran Hati |
Dalam hidupku
Kesendirianku
Teringat ku teringat
Pada janjimu ku terikat
Hanya sekejap ku berdiri
Kulakukan sepenuh hati
Pasti tentang ketuhanan. Pasti. Itu yang saya
tekankan di kepala. Lalu membaca lirik tersebut berulang-ulang. Lagi sendiri,
dia teringat, pada janji yang mengikat. Oh, teringat waktu ijab kabul. Hanya sekejap “berdiri”, dilakukan sepenuh
hati. Dia hanya sekejap saja bisa “berdiri”. Lalu saat “berdiri” yang sekejap
itu, sepenuh hati dilakukannya. Ini adegan malam pertama, ya? Dia teringat
tentang kenangan adegan malam pertama?
Tetap saja lari ke sana. Oke, nggak bakal terlintas
jadi blogger review lagu pokoknya.
Sumber gambar:
1) https://hope1032.com.au/stories/faith/2019/how-sad-is-too-sad-morning-devotions/
2) http://www.adifebrian.com/2016/07/review-lagu-dont-be-so-hard-on-yourself.html
3) https://www.youtube.com/watch?v=E_DfSrJOj9g
4) https://m.vidio.com/watch/1635251-the-winner-kesaktianmu-live-recording-vidiodotcom
5) https://www.vidio.com/watch/372886-letto-sandaran-hati-official-video
Itu kayaknya emang otak ente aja yang mesum sih, sampai lagu Letto yang bersahaja pun tiba-tiba jadi mesum. Parah banget. Kalau yang beneran mesum sih kayaknya banyak di lirik-lirik lagu Dewa yang pas vokalisnya masih Ari Lasso, sama beberapa yang dinyanyikan sama Ahmad Dhani.
BalasHapusKarena hal itu, Bang, makanya saya mengatakan nggak bisa jadi blogger review lagu. :(
HapusBisa-bisanya tafsir atas lagu Letto jadi sebusuk ini. Tapi analisismu soal ulasan lagu ini sependapat dengan saya di bagian memuji lagu yang disuka. Yang mengkritik kebanyakan juga faktor selera. Bahkan ulasan para kritikus musik sering enggak sesuai karena pengaruh hal itu. Jadi kalau betulan suka sama lagu malah dengerin aja tanpa perlu menilai.
BalasHapusItu dia, lagu itu ternyata berbeda dalam film dalam perjalanan mengkritiknya. Film bisa dikritik dari segi tone dan lain2, di mana banyak orang yg standarnya sama. Tapi untuk lagu, rada susah. lebih pribadi. Sehingga kalo mau bikin reviewnya pun seolah ya bukan untuk menginfluence orang lain, buat diri sendiri saja.
Hapusasli, jarang banget bloger yang ngereview lagu. ngga cuma review lagu aja, yang ngebahas soal musik entah itu lagu, artist, instrument, dll juga jarang. padahal aku suka banget :( jadi kalo mau baca soal musik larinya ke majalah musik. kalo mau denger opini personal musti ke youtube karena di sana cukup banyak. ayo dong jadiin blog post, nanti aku baca \o/
BalasHapusTolong, ya, saya benar-benar nggak bisa ngereview lagu. sampai saat ini saja lagu yang saya dnegar masih lagu2 lawas dan dangdut, lagu luar juga nggak banyak2 amat tahunya. yang paling sering diputar ulang ya MCR, Clannad, T with Maggies, Queen, ama Faun.
HapusNah, sebagai mantan blogger, ditambah mau menutupi citra bebybugg, juga cukup expert di dunia permusikan, sepertinya kamu lebih baik yang nulis hal begitu, Fa. Nanti kami2 yang nyerang buat baca rutin.
Kenapa? Kenapa endingnya jadi begitu? Saya jadi ikut-ikutan berpikiran seperti anda, kan, jadinya?
BalasHapusDulu saya juga pernah bikin satu tulisan yang mbahas lagu favorit gitu, tapi setelah tak baca ulang, "lah, ini nulis apa...enggak berfaedah sekali"
Jangan, wei. Itu lagu tentang ketuhanan beneraaaan.
Hapusahahaha, makanya blogger review lagu itu sedikit, ya, karena sering aneh saat ngereview. Atau kalo ada yang bener-bener, kayak efeberi dan nanoki misal, cuma sebentaran doang reviewnya. abis itu udahan. nggak tau kenapa.
Kenapa sih ini... Tolong dong saya anaknya gampang terdistrak, abis baca ini jadi takut denger lagunya. Nanti pas denger malah yang keinget review lu mulu -_-
BalasHapusSelow, Tiw, ini kan yg kereview bukan lagu2 indie, walo dulu pernah hype, tapi udha jarang yg masih dnegerin atau muterin. Anda lanjutkan terus lagu fiersanya saja.
Hapus