“Udah biasa. Udah terjadi selama empat puluh hari berturut-turut. Kemarin malam, ibu-ibu hamil yang jadi korban. Anaknya yang usia enam tahunan cuma luka-luka.”
Itu penjelasan salah satu penumpang busway saat mereka membicarakan tentang kecelakaan yang selalu terjadi di depan mal yang dibuka sejak awal bulan lalu di kawasan Pondok Labu. Kecelakaan itu selalu terjadi antara jam sembilan hingga sepuluh malam. Jam-jamnya orang keluar dari mal tersebut karena akan tutup.
Setelah turun dari halte busway, aku bertemu dengan Yani dan langsung bergegas menuju stasiun MRT Setiabudi Astra. Kami akan menuju K-Mart yang berada di jalan Darmawangsa, sekitaran Blok M. Tidak biasanya dia mengajak ke tempat yang cukup jauh dari rumah kami saat sudah petang.
“Seharian tadi aku main di kosan teman, sekalian ngerayain ulang tahunnya juga. Kebanyakan makan yang manis-manis, jadi pengin yang rada gurih kayak tteobokki dan oden.”
Aku sudah menawarkannya tempat lain yang lebih dekat dan menyediakan makanan yang sama. Dia menolak. Dia mau di sana. Sekalian lihat-lihat produk Korea lainnya yang dijual di toko tersebut.
Sesampainya di sana, kami tidak bisa mendapatkan makanan yang dia inginkan. Tokonya masih buka, tapi pelayanan yang menjual masakan tadi sudah tutup sejak pukul enam sore. Ini juga tidak biasa. Karena tiap akan pergi ke suatu tempat, dia selalu memastikan jadwal buka tempat tersebut.
Dia pasrah dan ikhlas dengan hanya membeli sepotong eskrim produk Korea. Ya, meskipun mata dan mulutnya terus menggemakan kekecewaan. Aku mengajaknya makan soto ayam di warung terdekat untuk mengganjal rasa laparnya.
“Naik transjakarta ke Blok M saja, terus ikut yang arah Tanjung Priok. Jalur ini paling cepat.”
Dia lagi-lagi melakukan hal yang tidak biasa. Tiap kami pergi bersama, memang dia yang selalu memutuskan perginya naik kendaraan apa dan jalur yang mana. Namun, untuk jalur pulangnya, dia selalu menyerahkannya padaku. Terlebih kalau pulangnya kemalaman. Dia mengaku buta arah jika sudah malam hari.
Aku menurut saja. Ikut menunggu di halte pengumpan yang dia pilih. Takut menambah kekesalan karena keinginannya yang tidak terwujud malam ini. Saat busnya datang, kami masuk dan duduk jauh-jauhan. Dia duduk di bagian depan khusus perempuan, aku duduk di kursi bagian belakang.
Setelah perjalanan berselang dua puluh menit, aku mulai merasa aneh. Blok M itu tidak seharusnya sejauh ini. Mestinya sudah sampai, apalagi tidak ada kemacetan seperti biasanya. Aku menghubungi Yani untuk memastikan apa kami sudah naik bus yang benar. Dia menjawab tidak tahu. Aku memintanya pindah tempat duduk ke belakang.
“Yah, beneran salah naik bus. Ini bukan ke arah Blok M, tapi ke arah Pondok Labu. Udah jam sembilan malam ini. Masih ada nggak, ya, bus ke arah Blok M-nya?”
Jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh, aku mengajaknya turun di halte pengumpan terdekat, dan itu tepat di depan mal yang baru dibuka awal bulan lalu. Halte pengumpan bus yang menuju Blok M berada di seberang jalan dan jaraknya sekitar dua puluh lima meter dari tempat kami turun.
Saat kami sudah melangkah sepuluh meter, bus yang akan kami tumpangi sudah terlihat berjalan dari arah belakang kami, bus terakhir. Aku menggenggam tangan Yani erat, mengajaknya berlari dan segera menyeberangi jalan agar bisa sampai di halte pemberhentian bus tersebut.
Ketika kami berada di tengah jalan, dari arah kanan, ada dua motor yang melaju sangat cepat. Yani tidak melihatnya dan fokus mengejar bus, aku langsung mengangkat dan melambaikan tangan lebih tinggi. Kedua motor tadi langsung mengerem. Kami berhasil menyeberang dan naik bus.
Sesampainya di rumah, aku memantau media sosial dan berita, tidak ada yang melaporkan kejadian kecelakaan di depan mal yang baru dibuka awal bulan lalu tersebut. Tak ada kecelakaan sama sekali. Hari yang tidak biasa.
Sumber gambar:
https://niauliaa.blogspot.com/2017/10/kmart-supermarket-korea-di-jakarta-yang.html
Kirain bakalan ada muda-mudi yang meninggal. Tapi untungnya udah lewat jam 9/10 ya... bayangin kalo gak nyasar dulu atau sampai di pondok labunya jam setengah sepuluhan.. ckckck
BalasHapusHmm... itu terjadinya emang sekitaran jam setengah sepuluh sih. waktu yg sama dgn rawan2 kecelakaannya. mungkin rada ngawang karena disebutkan saat baru nyasarnya dan penyebutan setengah sebelasnya ya.. bentar, edit dulu.
HapusKok bisa ada kaitannya gitu ya. Tapi untung aja gak terjadi apa-apa cuma salah naik bis doang
BalasHapusiya, inti ceritanya emang itu, sih. nggak ada apa-apa sebenernya. xD
HapusLho kupikir ada hubungannya. Kukira jam segitu memang jam-jam lewatnya si pengendara motor yang melajunya cepet itu. Korban-korban sebelumnya itu pengejar bus terakhir, yang nyebrang tapi ngga keliatan sama si pengendara motor sehingga ketabrak. Yani hampir jadi korban berikutnya tapi beruntung dia bareng si aku, yang ngasih tanda ke pengendara motor sehingga mereka berdua selamat. Tapi teoriku lemah ya, kalau benar begitu kenapa pengendara motor itu tiap hari ngga ada belajarnya ya?
Hapuskalo mau dibicarakan secara detail, itu semuanya benar. makanya sampai-sampai ketika udah di rumah pun disempetin ngecek keadaan depan mal-nya. itulah yang selalu terjadi sebelumnya. namun, kalo dilihat secara umum, ringkas dalam satu kalimat singkat, ya, ini jadi cerita yang salah naik bis dan nyasar ke tempat rawan saja. nggak ada apa-apa selanjutnya.
Hapusmakanya, saya beri judul "hari yang tidak biasa". karena biasanya, pengendara itu gak liat ada yg nyebererang, sopir busnya juga galiat ada yg mau numpang dari seberang dan berlari, dan yang nyeberang buru-buru juga biasanya gak liat kanan kiri.
kalo ditanya kenapa pengendara motor itu seringkali asal dan gak liat ada yg mau nyeberang, saya juga gak tau. soalnya saya jg sering jadi korban keserempet saat mau nyeberang meski udah ngasi tanda pake tangan.
Padahal awalnya saya sudah menunggu Yani berbuat jahat, mendorong si aku biar kecelakaan, misalnya. Bisa juga sebaliknya. Sayang sekali yang jahat ternyata pikiran saya.
BalasHapusIni fiksi percobaan, Yog. biasanya saya selalu bikin yang lempeng terus dijedukin pas ending. skrg nyoba bagaimana kalo sejak awal dipancing untuk curiga, terus diarahin bahwa kecurigaannya itu kayaknya benar, tapi nggak ada apa-apa. gatau berhasil nggaknya, posting2 sajalah. karna waktu saya baca ulang juga ngerasa kurang membangun suasananya.
HapusCerita eksperimental memang kadang ngeselin. Untungnya, cara ini cukup worth it, meski jatuhnya anti klimaks
HapusBerhasil jika tujuannya terbalik biar enggak ada kejutan. Jatuhnya kejutan juga sih, karena kayak saya ini kan berharap kisahnya begitu, ternyata tak ada apa-apa.
Hapus@Yog: iya, juga, ya. tetep itungannya kejutan wlao dibalik. cuma bukan kejutan mengagetkan, tapi antiklimaks yg "yah.." main-main ngarahin pembaca berpikir curiga saja, sih.
Hapus@rahul: Bener. pengin coba yang ngeselin2 itu. dulu beberapa kali nonton episode anime, vidio tiktok dan IG yang pake antiklimaks gini. saya kesel, tapi menarik untuk dicoba.