1) Tapi kalo di covernya ada nama Tere Liye, pasti langsung kalian cemooh, kan~ |
Assalamu’alaikum…
Dalam kehidupan sosial, kita tak akan lepas dari interaksi sesama manusia. Bersosialisasi, berteman, berprasangka, merupakan akibat yang muncul dari hubungan sosial tersebut. Keuntungan dari berteman atau melakukan sosialisasi adalah memudahkan kita dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Kita bisa saling bantu, tolong-menolong, ketika mengalami kesusahan.
Namun, karena sifat manusia itu beragam, tak jarang juga kita malah mengalami sebaliknya. Direpotkan, ditipu, dan sejenisnya. Sehingga, kita dianjurkan untuk hati-hati dalam memilih teman. Jangan sembarangan atau asal-asalan menerima kehadiran orang baru di circle kita.
Lucunya, saat kita berusaha berhati-hati dan menjaga diri dalam berinteraksi, kita juga dituntut untuk tidak menilai orang dari luarnya. Jika demikian, kita harus menilai dari mananya? Kalo harus menilai semuanya saat sudah kenal dekat, bisa-bisa kita sudah terhitung jadi korbannya duluan.
Nilailah dari zodiaknya! Heh?
‘Teriakan’ jangan menilai orang dari luarnya, pernah saya baca di media sosial. Seorang selebtwit berargumen panjang lebar tentang keunikan manusia, sehingga kita tak boleh menilai seseorang dari luarnya. Baik dari rupa, bentuk tubuh, atau pakaiannya.
Namun, beberapa waktu kemudian, selebtwit yang sama juga ‘meneriakkan’ dan sering sekali memposting tentang zodiak yang membentuk sikap manusia. Rada munafik jadinya. Sebab, menilai orang lain dari tanggal lahirnya itu bullshit sekali.
Penilaian bisa dilakukan jika kita memiliki alat ukur nilai dan objek yang bisa diukur. Contohnya menilai harga bensin seliter. Alat uukurnya berupa literan (baik manual maupun digital). Objek yang diukur adalah bensin cair.
Agar kita bisa tepat memberi nilai 10 ribu rupiah, maka bensin tersebut haruslah benar-benar berjumlah 1 liter. Alat yang dipakai untuk mengukur tadi haruslah bersifat stabil. Yang artinya, siapa pun yang melakukan pengukuran, seliter bensin, ya, jumlahnya tetap seliter. Nggak boleh berubah hanya karena orang yang mengukurnya berbeda.
Sedangkan ramalan zodiak, sifatnya selalu berubah
Hal ini bisa kita validasi dengan melihat adanya zodiak harian. Yang artinya, hari ini kata zodiak, kita sifatnya pemarah, beruntung. Besoknya, kita dibilang ambisius, tukang selingkuh. Minggu depannya, kita dibilang pemaaf dan bucin ama pasangan.
Bulan ini kita yang Cancer didakwa cocok seratus persen dengan Libra. Beberapa pekan setelahnya, Libra dan Cancer malah jadi pasangan zodiak paling buruk. Berubah-ubah terus.
2) Pisces cocoknya ama libra, asal jadiannya di pasar |
Lalu, hal yang berubah-ubah itu, kita jadikan alat ukur (alat nilai) sifat dan kepribadian manusia, yang padahal tanggal lahirnya nggak pernah berubah. Kan, jadi menyalahi aturan penilaian atau pengukuran. Kebalik malahan. Kayak ngukur gelas literan pakai air. Berapa liter, sih, ini gelas ukurnya? Empat air. Apaan.
Jadi, udahlah, nggak usah bawa-bawa zodiak lagi dalam menilai seseorang. Selain karena hal tersebut penuh kebohongan, orang yang dituduh berdasarkan zodiak juga bakal kesal berkali lipat. Semua orang, kan, terlahir dalam keadaan suci. Emang kamu mau gitu dituduh bangsat dan tukang selingkuh hanya karena terlahir di awal bulan Juni?
Galileo yang sepanjang hidupnya banyak mengamati perbintangan, nggak ada itu dia sotoy tentang sifat manusia berdasarkan simbol bintang kelahiran.
Lagi pula, saat kita berada di tempat umum, terus ada orang yang datang menghampiri kita dan hendak berbuat jahat, kita nggak bisa tahu dia zodiaknya apa, kan? Sehingga, kita tidak bisa menggunakan jenis zodiak ini sebagai peningkat kewaspadaan dalam menilai orang baru.
Namun, kalo memang udah kadung beriman dengan ramalan zodiak, ya, silakan dilanjutkan saja. Jadikan kepercayaan tersebut sebagai pedoman yang nggak perlu kamu umbar saat menjudge perilaku orang lain.
Jika dalam kepalamu, kamu melihat Kevin yang berbintang Sagitarius sebagai orang yang kamu waspadai keburukannya, cukup katakan Kevin itu emang sikapnya buruk. Alasan zodiaknya nggak usah ikut diucapkan.
Kan, repot kalo kita ngomong orang Capricorn itu sikapnya selalu buruk, tapi diucapkan di depan orang baik dan ramah yang ternyata Capricorn juga.
Dari hal tersebut, menurut saya, jauh lebih masuk akal menilai orang dari luarnya, malah. Sebab, wajah dan tubuh seseorang itu bisa terbentuk berdasarkan sikapnya. Nggak percaya?
Kita tinjau dari fenomena kenapa orang berjodoh terlihat mirip?
Banyak yang menganggap fenomena ini mitos. Namun, tak sedikit pula yang memercayainya setelah melihat beberapa pasangan yang sudah lama menikah, sudah lama menghabiskan waktu bersama, memang kelihatan mirip. Kenapa hal tersebut bisa terjadi?
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Robert Zajonc, psikolog di Universitas Michigan, dia membuktikan bahwa wajah manusia akan semakin mirip jika mengalami emosi yang sama dalam waktu yang cukup lama.
Berangkat dari penelitian tersebut, para ahli juga membuktikan bahwa terbentuknya sel-sel dalam otak juga dipengaruhi oleh ekspresi dan perasaan yang dialami bertahun-tahun. Sel-sel yang terbentuk tersebut kemudian membentuk fisik dan perilaku.
Artinya apa? Kuantitas kita tertawa, tersenyum, merengut, mengumpat, menindas (tersenyum sambil memicingkan mata), marah, membentak dan lainnya, akan membentuk rupa dan tubuh kita.
Sehingga, jika ada dua orang yang dalam waktu sangat lama melakukan ekspresi dan mengalami emosi yang sama, maka tampilan wajahnya akan mengalami kemiripan. Begitulah penjelasannya kenapa orang yang yang lama menghabiskan waktu bersama atau berjodoh itu terlihat mirip.
3) Wajahnya makin mirip karena ditempa oleh emosi yang sama bertahun-tahun |
Jika ada orang yang wajahnya tidak banyak berubah sejak kecil, bisa diartikan bahwa dia selalu menghabiskan waktu yang sama dengan orang yang sama selama ini.
Bisa berarti juga dia hampir tidak pernah terpisah dengan orang tuanya, dan kesehariannya juga begitu saja. Pagi di tempat sekolah atau kerja, lalu sisanya di rumah. Hanya sesekali dia menghabiskan waktu di luar, itu pun dengan orang yang hampir selalu sama sejak masa remajanya.
Begitu pun jika seseorang dalam selang waktu yang lama dan berulang sering marah, menipu, sedih, dan lainnya, juga akan membentuk guratan tertentu yang membentuk wajahnya. Air muka kalo kata orang tua zaman dulu.
Dari penelitian fenomena tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa bentuk rupa manusia bisa jadi landasan dalam menilai sifat seseorang. Bahkan, menilai orang dari luarnya itu memang ada disiplin ilmunya.
Namanya, Ilmu Fisiognomi
Yaitu ilmu yang mempelajari karakter manusia berdasarkan rupa wajahnya. Termasuk di dalamnya bentuk kepala, dahi, mata, alis, tulang pipi, dagu, juga batas garis rambut. Penilaiannya juga nggak bisa hanya melihat satu faktor bagian wajah tadi saja. Melainkan kombinasi beberapa bagiannya.
Sebagai peringatan, penilaian kombinasi bentuk bagian-bagian wajah tadi tidak mengarah pada penilaian mata sipit, warna kulit, hidung mancung, gigi tonggos, dan faktor kelahiran lainnya. Juga tidak mengarah pada mukanya cakep atau tidak.
Pernah, kan, kita melihat orang lain untuk pertama kalinya, tapi dari mukanya kita tahu bahwa orang tersebut fakboi sejati? Nggak peduli dia lagi memakai atribut pakaian apa. Atau saat melihat seorang wanita yang kita nggak kenal, tapi merasa tahu bahwa dia orangnya sabar keibuan. Pernah, kan?
Nah, itu sudah termasuk menilai orang dari luarnya dan mendasarkan penilaian pada fisiognomi. Apakah hal ini bisa dipelajari? Tentu saja bisa. Namun, perlu pengalaman cukup lama dan bertemu banyak orang untuk mempertajamnya.
4) "Muka-muka orang mau minjem duit dan ngilang itu..." |
Untuk permulaan, coba ingat-ingat lagi rupa orang-orang yang sikapnya sangat buruk menurut kita (sikap buruknya sama, misal nyalahin kita atas kesalahannya). Perhatikan lebih detail wajahnya, fokus ke sorot mata, dahi, mulut, bibir dan bentuk senyumnya.
Kita akan menemukan beberapa kesamaan kombinasi bentuk bagian-bagian tadi. Bukan tentang kemiripan seperti orang kembar, ya. Memang tidak mudah untuk pertama kalinya, cuma jika sudah sering melakukan pengamatan semacam ini, saat bertemu orang baru, tubuh kita secara otomatis akan memberikan sinyal bahaya atau aman. Memunculkan feeling suka atau kesal.
Karena itu, menilai orang dari luarnya itu sangat boleh dilakukan, dengan catatan…
Kita memang bisa melakukan penilaian dari situ. Maksudnya, kita secara jelas beneran bisa dalam menilainya. Ini logikanya sama seperti kita dihadapkan dengan kertas ulangan. Orang yang kita nilai dari luarnya tersebut adalah kertas yang berisi jawaban dari soal yang diberikan.
Jika kertas ulangan tersebut berisi soal anak kelas 4 SD, sedangkan kita sudah SMA, menilainya tentu saja boleh. Kita sudah memiliki kapasitas atau pengetahuan yang memadai untuk memutuskan jawaban yang diberikan itu benar atau tidak.
Namun, jika kertas ulangan itu berisi soal anak kelas 12 SMA, sedangkan kita masih kelas 4 SD, apa iya kita bisa memberi penilaian dengan benar?
Jadi, kalo mau menilai orang dari luarnya, pastikan dulu bahwa selama ini penilaian kita terhadap seseorang selalu benar. Sehingga kita sudah memiliki alat ukur yang stabil yang bisa dijadikan patokan.
Sebab, dalam memilih teman, kita akan lebih selamat jika bisa menilai lebih cepat. Jangan ikuti perkataan orang yang bilang kalo memilih teman nggak boleh pandang bulu. Jangan!
Memilih orang untuk dijadikan teman, justru harus memandang bulu. Karena kalo bulunya di sekujur badan, sebaiknya dijadikan kakak pertama saat pergi ke Barat mencari kitab suci.
Sumber gambar:
1) https://www.kompasiana.com/elnandemar/64243c2f2f635a164a6bb894/don-t-judge-a-book-by-its-cover-itu-adalah-pepatah-yang-luar-biasa
2) https://kediri.jatimnetwork.com/hiburan/pr-7535473025/ramalan-zodiak-hari-ini-cinta-dan-angka-keberuntungan-6-november-2022-aries-taurus-gemini-dan-cancer
3) https://www.zeropromosi.com/2014/07/misteri-wajah-mirip-berarti-jodoh.html
4) https://www.uschamber.com/co/grow/thrive/business-owner-gut-decision-making
0 Comments:
--Berkomentarlah dengan baik, sopan, nyambung dan pengertian. Kan, lumayan bisa diajak jadian~